You can also receive Free Email Updates:

Siaran Pers: Hentikan Kriminalisasi; Lindungi Kerja Para Pembela HAM di Papua

Siaran Pers Bersama
HENTIKAN KRIMINALISASI
BERIKAN JAMINAN PERLINDUNGAN TERHADAP KERJA – KERJA PEMBELA HAM DI PAPUA

Nasional Papua Solidaritas [Napas], Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS], dan Komite Persiapan Federasi Mahasiswa Kerakyatan (KP-FMK) menyayangkan sikap institusi POLRI, khususnya Kepolisian Daerah Papua dalam menangani kasus yang berkaitan dengan pembela HAM. Dalam 2 [dua] minggu terakhir, kami menerima informasi terkait dengan upaya kriminalisasi oleh pihak kepolisian Polda Papua terhadap Sdr. Gustaf Rudolf Kawer dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Orang Tak Dikenal [OTK] terhadap Sdri. Anum Siregar, yang mana keduanya aktif bekerja sebagai pekerja HAM di Papua.


Sebagai pengetahun umum kita bersama yang menjadi konteks dari dua kejadian tersebut, bahwa setidaknya tiga tahun terakhir sejak 2011, telah tidak terdapat ruang yang aman, terbuka, dan kondusif bagi aktivitas-aktivitas publik masyarakat sipil Papua dalam bentuk protes dan demonstrasi. Aksi-aksi unjuk rasa publik dilarang ataupun dipersulit proses perijinannya. Tertutupnya ruang demokrasi ini semakin menyulitkan aktivitas para pembela HAM dalam melakukan pekerjaanya dengan baik di Papua. Padahal sepengetahuan kita bersama, secara politik, tidak ada status keamanan khusus yang diberikan pemerintah pada Papua, seperti darurat militer atau sejenisnya. Sehingga tindakan-tindakan aparat hukum yang berlebihan terhadap masyarakat sipil adalah hal-hal yang tidak bisa ditoleransi.

Dua kasus yang menimpa para pekerja HAM di Papua terakhir ini menambah daftar panjang bukti bahwa Papua diperlakukan berbeda dalam jaminan terhadap hak berdemokrasi.

Berikut adalah informasi terkait 2 [dua] kasus tersebut sebagai berikut:

1.       Kasus Kriminalisasi terhadap Gustaf Rudolf Kawer, dimana kasus ini bermula ketika  Sdr. Gustaf Rudolf Kawer yang merupakan kuasa hukum Penggugat, melakukan komunikasi dengan pihak Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Jayapura agar menunda proses persidangan dengan alasan bahwa Sdr. Gustaf sedang melakukan pendampingan di saat yang bersamaan di Pengadilan Negeri [PN] Jayapura. Permintaan tersebut ditolak oleh pihak Panitera dengan alasan bahwa sidang akan tetap dilanjutkan untuk pembacaan putusan. Terkait dengan penolakan tersebut, Sdr. Gustaf akhirnya mendatangi PTUN dan meminta agar Majelis Hakim yang berada di ruang sidang untuk menunda membacakan putusan dengan kalimat “Agar Majelis Hakim untuk tidak melanjutkan pembacaan putusan dan menghargai permohonan kami, saya telah memohon untuk menunda mengapa kalian tidak hargai, mengapa dalam pembuktian tergugat memohon untuk ditunda kalian bisa tunda, giliran kami kenapa tidak bisa?”, terkait dengan hal tersebut, Hakim yang menyidangkan perkara tetap pada pendiriannya, dan mempersilakan Sdr. Gustaf untuk keluar dari ruang persidangan. Atas perintah tersebut, Sdr. Gustaf memilih untuk keluar dari ruang persidangan.

       Atas peristiwa tersebut, Majelis Hakim dalam perkara tersebut kemudian melaporkan Sdr. Gustaf Rudolf Kawer ke Polda Papua terkait dengan sangkaan Pengancaman dan Penghinaan terhadap Pejabat Negara dalam Melaksanakan Tugas.

    Terkait dengan hal tersebut, perlu kami ingatkan bahwa sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat Pasal 14, 15 dan 16, bahwa tindakan yang dilakukan oleh Sdr. Gustaf sebagaimana yang dijelaskan dalam aturan tersebut dan sebagaimana yang telah disampaikan oleh Sdr. Gustaf, masih dalam batas – batas membela kepentingan klien, yang mana tindakan tersebut tidak dapat dituntut baik pidana maupun perdata.

2.    Kasus Kekerasan terhadap Sdri. Anum Siregar, kasus ini bermula ketika Sdri. Anum Siregar yang merupakan pengacara dari Sdr. Areki Wanimbo yang merupakan tokoh dewan adat Lani Jaya, yang ditangkap pada tanggal 06 Agustus 2014 oleh Polres Jayawijaya terkait dengan tuduhan tindak pidana makar. Terkait dengan hal tersebut Sdri. Anum selaku kuasa hukum dari Sdr. Areki Wanimbo mempraperadilankan Kapolres Jayawijaya terkait dengan proses penangkapan dan penahanan. Sebagaimana informasi yang kami dapat dalam proses praperadilan, tepatnya tanggal 16 September 2014, sekitar pukul 19.30 Wit pasca dilakukannya sidang praperadilan di Pengadilan Negeri [PN] Wamena, terjadi peristiwa penikaman oleh Orang Tak Dikenal [OTK] terhadap Sdri. Anum Siregar, yang mengakibatkan korban mengalami luka pada bagian pundak kiri korban. Selain melukai korban, tas korban yang berisi beberapa dokumen – dokumen catatan proses persidangan dan kartu identitas milik korban. Terkait dengan peristiwa di atas, beberapa rekan korban telah memberikan informasi peristiwa tersebut ke pihak kepolisian, namun tidak ada tindaklanjutnya.

Berdasarkan 2 [dua] peristiwa diatas, kami menilai bahwa terdapat ketidakberimbangan dalam proses merespon kasus, yang dilakukan oleh POLRI selaku aparatur penegak hukum, khusnya terkait dengan jaminan perlindungan terhadap pembela HAM dalam melakukan kerja – kerjanya. Kami menilai bahwa pihak kepolisian justru terlihat responsif dalam merespon kasus kriminalisasi terhadap Sdr. Gustaf Rudolf Kawer, yang dilaporkan Majelis Hakim PTUN Jayapura atas tuduhan tindak pidana kejahatan terhadap Penguasa Umum, sementara pihak POLRI malah terlihat lamban memproses pengungkapan peristiwa kekerasan yang menimpa Sdri. Anum Siregar yang sedang melaksanakan kerja –kerjanya sebagai pembela HAM.

Terkait dengan hal – hal diatas, kami mendesak kepada pihak Pemerintah dan POLRI, khususnya Kepolisian Daerah Papua, untuk:

Pertama, Pemerintah Indonesia agar memberikan jaminan perlindungan bagi para pembela HAM di Tanah Papua dalam melaksanakan kerja - kerjanya, sebagaimana yang telah direkomendasikan dalam Universal Periodic Review pada 2012 terhadap pemerintah Indonesia, serta memberikan kepastian atas lingkungan yang aman untuk mendukung kerja – kerja Pembela HAM termasuk jaminan untuk melakukan investigasi independen dan tidak parsial atas tindak kekerasan terhadap Pembela HAM dan memastikan adanya proses hukum;

Kedua, Polda Papua agar menghentikan proses kriminalisasi terhadap Sdr. Gustaf Rudolf Kawer, mengingat bahwa tindakan yang dilakukan oleh Sdr. Gustaf masih dalam batas – batas pembelaan terhadap kepentingan klien sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Advokat;

Ketiga, Polres Jayawijaya untuk segera menindaklanjuti informasi yang telah disampaikan oleh rekan korban, dan melakukan pengusutan untuk mengetahui motif tindak kekerasan yang dilakukan terhadap Sdri. Anum Siregar, hal ini penting untuk memastikan adanya jaminan kepastian hukum bagi korban secara adil, dan memastikan tidak ada conflict interest pihak kepolisian dalam melakukan penyidikan kasus ini, dengan posisi Sdri. Anum Siregar yang tengah mengajuan Praperadilan terhadap Kapolres Jayawijaya.

Keempat, Polda Papua harus memastikan jaminan perlindungan keamanan terhadap Pembela HAM di Papua secara maksimal, karena kerja – kerja ini dijamin dalam sejumlah instrumen hukum, dan kerja – kerja tersebut sebagai bagian dari upaya mendorong penegakan hukum dan HAM khususnya di Papua.

Jakarta, 19 September 2014

CP:
Z
ely Ariane              0815.8126.673
Federika Korain       0812.1343.1522
Arif Nur Fikri           0815.1319.0363

__________ 



Update Kasus Gustaf Kawer

Pada 30 Agustus 20. Koalisi Masyarakat Sipil Penegakan Hukum dan HAM Papua, dilaksanakan siaran Pers terkait Kasus Gustaf Kawer, bertempat di Rumah makan Rempa-rempa, Kali Acai Abepura-Jayapura.



Audiensi Koalisi Masyarakat Sipil dengan PTUN Jayapura
Pada taggal 3 September 2014. PRADI Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil Penegakan Hukum dan HAM Papua, telah audensi dengan Pengadilan Tata Usaha Negeri- Jayapura. Hasil pertemuan dengan PTUN Jayapura, Gustaf Kawer diminta datang ke PTUN Jayapura untuk meminnta maaf, tanpa mencabut surat ke Polisi, Pada hal tindakan hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri Jayapura adalah jelas-jelas melanggar ketentuan hukum, mestinya laporan tersebut dikirim kepada Pradi Papua, bukan ke Polisi, ini sudah salah jalur. Karena pada dasarnya pak Gustaf Kawer meminta sidang ditunda, itu hak bagi perangkat-perangkat yang mendapatkan legalitas mesti hadir untuk kepentingan Klien dan ini bagian dari unsur-unsur ke Peradilan, bukan dia fitna/kata-kata kotor itu bukan masalah. Ini membuktikan bahwa para penguasa di Papua bekerja tidak jujur dan selalu menggunakan intervensi negara dan uang. Gustaf Kawer adalah seorang Pengacara hukum, apalagi masyarakat biasa tidak ada kekuatan, untuk melawan yang ada dalam bayangan hannya pasra, walaupun faktanya  tidak melakukan kesalahan.

Audiensi masyarakat sipil dengan PTUN Jayapura


Pada 2 September 2014. Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM)- Papua turun jalan aksi ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN)-Jayapura. Dengan tuntutan PTUN segera mencabut Laporan ke Polda Papua, dan stop kriminalisasi aktivis HAM Papua.

Pada Selasa 9 September 2014. Seorang masuk di halaman rumah Gustaf Kawer, dia orang Papua tanpa permisi masuk langsung ke samping kanan,  belakan rumah, dan bagian depan orang tersebut memantau semua baik itu bangunan rumah dan halaman.

Pada tanggal 15-16 september 2014, anak dari Gustaf Kawer yang ketiga, sakit dan masuk di salah satu  rumah sakit  Katolik “Dian Harapan Waena) menginap selama dua (2) hari, pada Rabu 17 September 2014, pukul 2 siang mereka keluar dari rumah sakit.

Pada Rabu 17 September 2014, tepat pukul 14:45 (jam 4:45 sore) Penyidik Polda Papua, menggunakan celana pendek, sendal jepit dan tutup kepala dengan helm, lalu masuk didepan pintu rumah Gustaf Kawer, tujuanya antar surat panggilan kedua untuk Gustaf yang beralamat di rumah Expo Waena Jayapura-Papua. Dia memaksa istri Gustaf untuk menerima surat panggilan kedua tersebut, namun Irene (istri Kawer) menolak dan beritahu dia bahwa suami saya perna buat kesalahan apa? Ini perlu diklarifikasi dulu, baru anda boleh mengantar surat panggilan. Saya tidak bisa menerima surat ini, pintu masih terbuka silakan anda keluar. Orang tersebut dengan nada tinggi, ibu ancam saya yah? Ini saya datang untuk jalankan tugas, Kalau begitu saya mau foto ibu, sementara orang itu ambil hanphone dari saku celana dan mencari menu foto, Irene langsung masuk didalam rumah dan tutup pintu. Setelah itu dia keluar di jalan, orang tersebut berdiri lama di depan rumah Gustaf sambil menggambar dena rumah termasuk pagar dan semua halaman rumah, habis itu pergi.

Pada 18 September 2014. Koalisi Penegakan Hukum dan HAM Papua telah mengadakan rapat bertempat di kantor KontraS Papua, Perwakilan yang ikut hadir dalam rapat: Demianus Wakman (Proteksi hukum), Yuliana Longawya (SKPKC Fransiskan Papua), Viktor Mambor dan Yulan (Papua Jubi), Peneas lokbere (BUK-Papua), Karon  dan Teko (Garda Papua), Mebri Waromi dan Imanuel Rumayom (Ktr Pengacara Gustaf Kawer). Hasil rapat
Audensi dengan PTUN Jayapura,  Senin 22 September 2014.
Upaya perlindungan Keluarga Gustaf Kawer
Jika tidak ada respont baik dari pihak Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura, langka berikut  SKP HAM Papua akan turun jalan aksi palang kantor PTUN Jayapura.

Pada 22 September 2014. Koalisi Masyarakat Sipil Penegakan Hukum dan HAM Papua, telah audensi dengan hakim PTUN-Jayapura Papua, sekaligus meminta agar persoalan Gustaf Kawer diselesaikan segera mengingat sudah ada suarat panggilan kedua. Oleh karena itu Koalisi meminta kasus Gustaf Kawer akan diselesaikan oleh Koali bukan Gustaf secara pribadi karena posisi Gustaf ada dalam Koalisi.

Respon balik dari Ketua hakim, Wakil Ketua hakim dan bagian Humas. Bagian humas  membaacakan Kronologis fersi PTUN, yang intinya mereka mencatat dan mempojokan Gustaf Kawer. Kata mereka Gustaf Kawer harus datang sendiri dan meminta maaf, tidak bisas mewakili oleh tim Koalisi. Sementara hasil pertemuan tidak ada tertulis yang ada hanya lisan bahwa pak Gustaf sendiri datang ke PTUN.

Audensi kali ini, semua komentar direkam berupa video oleh staf PTUN Jayapura. Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura dijaga ketat dan dikelilingi oleh aparat Kepolisian. Satu unit Truk Dalmas, Patroli Pos Sub Sektor Heram. 2 Unit parkir di halaman depan kantor PTUN-Jayapura. Pertemuan biasa saja harus di jaga ketat oleh aparat Kepolisian.ini bukti bahwa tindakan PTUN Jayapura tidak ada dasar hukum yang kuat untuk mengkriminalisasi Gustaf Kawer.

Pada 22 September 2014. Pukul 11:00 WP, Seorang dari Kantor Pos datang bertemu keluarga Gustaf Kawer di rumah, dengan tujuan antar surat panggilan kedua. Irene istri dari Gustaf Kawer, bertanya bahwa surat ini pengirim nya dari siapa? Surat amplop berwarna putih, pengirimnya atas nama Mulawarman. Beda dengan Kop surat dibagian atas. Pada tanggal 17 Septermber lalu seorang Penyidik Polda yang mengantar surat pangilan kedua, dan waktu itu suratnya amplop warna coklat, pengirimnya dari Penyidik Polda Papua. Namun kali ini pengirimnya bukan lagi Penyidik Polda Papua, melainkan dari Mulawarman dan amplop surat warna putih.



Kata Iren, pak Pos silakan bawa surat ini kembali, karena pengirimnya tidak jelas, lebih baik surat ini dikembalikan kepada orang yang bersangkutan. Lalu pak Pos bawa kembali surat tersebut ke kantor Pos Abepura.
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. National Papua Solidarity - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger