TIDAK
ADA SOLUSI DAMAI PAPUA DI TANGAN RYAMIZARD RYACUDU
Ryamizard
Ryacudu, bukanlah awal yang baik bagi pemerintahan baru Jokowi-JK.
Jokowi
adalah harapan dan kesegaran baru dalam politik Indonesia yang
semakin konservatif dan anti demokrasi. Sejak awal ia maju menjadi
calon presiden dengan membawa suara dan harapan rakyat Papua untuk
masa depan yang damai, adil dan sejahtera. Ia memulai kampanyenya di
Papua, dan memandang Papua sebagai wilayah penting bagi
program-program pemerintahannya. Jokowi juga tampak membuka
kemungkinan terhadap wacana dialog damai Papua-Jakarta. Apalagi ia
menjanjikan kehadiran negara untuk menuntaskan kasus-kasus
pelanggaran HAM masa lalu.
Namun,
tali harapan yang panjang terhadap pemerintahan Jokowi-JK itu
tiba-tiba disentak oleh nama Jenderal besar Ryamizard Ryacudu, yang,
walau telah menuai protes, tetap dipilih menjabat sebagai Menteri
Pertahanan di dalam Kabinet Kerja. Protes para pekerja HAM tidak
diindahkan, Ryamizard tetap sumringah melenggang masuk istana.
Dipilihnya
Ryamizard Ryacudu adalah ALARM
bagi masa depan demokrasi di Papua. Sejak awal Ryamizard R lebih
mengedepankan
pendekatan keamanan ketimbang dialog
atas persoalan di Papua, maupun Aceh sebelumnya. Dia lah arsitektur
utama dalam merasionalisasi pembunuhan warga sipil di
Aceh dan Papua. Baginya, semua yang dianggap melawan NKRI, pro
separatisme, sah menjadi korban. Padahal stigma separatis telah
membuat banyak warga sipil tak bersalah menjadi korban sejak awal
pemerintah Orde Baru menerapkan operasi militer di Papua. Tak ada
verifikasi hukum atas siapa yang dianggap separatis dan siapa yang
tidak, selain skenario untuk terus mempertahankan konflik di Papua
dan menutup ruang bagi perubahan pendekatan yang lebih pro pada
dialog, kemusiaan, HAM, keadilan dan kesejahteraan.